Kamu tetap terlihat di diamnya air.
Mengusikmu kalanya tertuang setetes air.
Berdiri di teriknya sinar sang surya.
Aku masih bersamamu.
Jarak sejengkal darimu, diriku.
Ketika gelap pekat.
Hanya sorotan satu lilin berapi diatasnya, aku tersenyum.
Kamu dihadapanku, dalam kegelapan.
Gema suaraku terus meluncur, menari bersama.
Menjaganya agar cahaya tetap menyalah, agar hadirmu tak sirna.
Sadarku mulai berkunjung, setelahnya aku berkutat pada semua.
Hadirnya hanya diriku, tak lantas nyata denganmu.
Anggap diriku dua, jadi kamu yang sama denganku.
Tidak bosan bermain-main dalam kepalsuan, yang singgah cepat terperangkap di mataku.
Terselap merindu datangnya kamu.
Waktu masih lama, percepat.
Tibalah pada dekapan, berselimut taburan kelopak bunga wangi.
Mengusung segala keriuhan dunia.
Kembali.
Mengusikmu kalanya tertuang setetes air.
Berdiri di teriknya sinar sang surya.
Aku masih bersamamu.
Jarak sejengkal darimu, diriku.
Ketika gelap pekat.
Hanya sorotan satu lilin berapi diatasnya, aku tersenyum.
Kamu dihadapanku, dalam kegelapan.
Gema suaraku terus meluncur, menari bersama.
Menjaganya agar cahaya tetap menyalah, agar hadirmu tak sirna.
Sadarku mulai berkunjung, setelahnya aku berkutat pada semua.
Hadirnya hanya diriku, tak lantas nyata denganmu.
Anggap diriku dua, jadi kamu yang sama denganku.
Tidak bosan bermain-main dalam kepalsuan, yang singgah cepat terperangkap di mataku.
Terselap merindu datangnya kamu.
Waktu masih lama, percepat.
Tibalah pada dekapan, berselimut taburan kelopak bunga wangi.
Mengusung segala keriuhan dunia.
Kembali.
waini... lekas usung keriuhan dunia, Dik. :p
ReplyDeleteIyaa.... semoga waktu berjalan cepat. xD
ReplyDeletekalo terlalu cepat riuh dunia cuma sekejap juga. :(
ReplyDeleteLantas, aku harus bagaimana?
ReplyDeleteharus bikin puisi lagi. :D
ReplyDelete