Monday, July 29, 2013

Semoga, Dunia Tak Lagi Fana


Sampai aku di sini, tertegun di tempat aku pulang.
Sergapan embun pagi kala ini tak lantas aku rasakan.
Bukan lagi dahulu, sadar bahwa kini adanya.

Mulai lagi dengan kiasan, lagi dan lagi.
Sedang aku tak pandai berucap kata demi kata.

Mulai terang, embun seraya mengudara.
Tersapu sinar mentari pagi.
Para tumbuhan riang gembira, mereka berfotosintesis.
Masih sama.

Aku, tidak!
Aku merasa tidak pada tempat yang sebenarnya.
Mungkin saja aku tengah berada pada atmosfir kepalsuan.
Hingga aku tak kunjung terima, dengan kekinian yang ada.
  
Keluar, keluar!
Seru menyeru, meyeruak.
Memecah belenggu akan fatamorgana.
Seakan hanyut terbawa sihir dunia yang tak lagi fana.
Semoga.


Saturday, July 27, 2013

Sebab Aku, Merindu

Kamu tetap terlihat di diamnya air.
Mengusikmu kalanya tertuang setetes air.

Berdiri di teriknya sinar sang surya.
Aku masih bersamamu.
Jarak sejengkal darimu, diriku.

Ketika gelap pekat.
Hanya sorotan satu lilin berapi diatasnya, aku tersenyum.
Kamu dihadapanku, dalam kegelapan.
Gema suaraku terus meluncur, menari bersama.
Menjaganya agar cahaya tetap menyalah, agar hadirmu tak sirna.

Sadarku mulai berkunjung, setelahnya aku berkutat pada semua.
Hadirnya hanya diriku, tak lantas nyata denganmu.
Anggap diriku dua, jadi kamu yang sama denganku.

Tidak bosan bermain-main dalam kepalsuan, yang singgah cepat terperangkap di mataku.
Terselap merindu datangnya kamu.

Waktu masih lama, percepat.
Tibalah pada dekapan, berselimut taburan kelopak bunga wangi.
Mengusung segala keriuhan dunia.
Kembali.

Sunday, July 21, 2013

Aku di Antara Debu-debu

Sungguh

Aku bukan peri cantik nan berhati lembut


Yang selalu baik kepada siapapun

Aku masih berdebu

Yang kadang kala menjadi kotor


Aku percaya kelak ada yang menjadi acuan jalanku. Bimbang bahkan gusar ketika kudapati ragaku tak sejalan dengan jiwa ini. Menempuh perjalanan sangat amat panjang. Berliku. Tak urung jua sampai. Mungkin jalanku masih jauh, mungkin juga sebentar lagi akan usai.

Entah dimana akan berujung. Hanya mengandalkan secarik kertas yang masih putih bersih ini. Menunggu saatnya mencoreng indah di atasnya. Mengukirnya dengan tinta hitam yang sangat sabar menunggu menetes dari lubangan kecil di ujungnya. Sungguh kunanti. Bersiap pesan sampai kepadamu.

Tuntun diriku. Berucaplah di depanku. Kau harus melakukannya, agar aku bisa berdiri kembali. Tak ada bimbang dan gusar lagi yang menyinggahi alurku. Ayolah, jangan hanya bergumam. Bantu aku.

Hanyalah debu

Sukar untuk dihilangkan

Partikel kecilnya mampu kembali 

Sebab hempasan angin yang menerjang

Tak peduli berapapun jumlahnya

Jika engkau telah menuntunku

Bersabar hingga aku kembali berdiri

Dan berani berjalan kembali

Aku tak jadi bimbang dan gusar

Sebab aku telah kembali tegar

Walau aku masih diantara debu-debu

Resensi Novel: Mencari Tepi Langit

Sudah lama membaca bukunya, tetapi baru berkesempatan meresensinya sekarang. Maafkan. ^.^

Judul: Mencari Tepi Langit
Penulis: Fauzan Mukrim
Penerbit: Gagas Media
Tebal buku: vii+280
Tahun terbit: 2010

Novel yang berjudul "Mencari Tepi Langit" merupakan novel soliteri yang pertama kali saya baca.

Seorang perempuan bernama Horizon Santi yang mendapatkan kiriman email misterius dari seseorang yang bernama Tepi Langit saat ulang tahunnya yang ke-22. Hal tersebut sontak membuat Santi sangat kepikiran. Email yang berisikan kenyataan bahwasannya ia adalah anak adobsi. Semenjak itu, ia memutuskan untuk keluar dan pergi dari keluarga yang telah membesarkannya. Santi terpikir untuk mencari dimana keluarga kandungnya. Dengan niat tersebut, ia meminta bantuan kepada teman yang berprofesi menjadi wartawan saat itu. Senja namanya.

Novel ini sangat bagus dengan mengangkat cerita mengenai dunia jurnalistik. Tak banyak novel yang mampu menerbitkan ceritanya di lingkup jurnalistik. Gaya bahasa yang digunakannya kaku, harus perlahan-lahan untuk membaca serta memahami isi cerita tersebut. Alur cerita yang baik, memberian banyak pengetahuan seputar dunia jurnalistik itu sendiri. Dari segi tampilan, sangat menarik. Seolah penasaran dari judul yang ada di cover novel, membuat pembaca ingin mengetahui isi ceritanya.

Secara keseluruhan, novel ini cukup baik. Bagi saya, menjadi tantangan membaca buku/novel dengan genre seperti ini.

Novel ini sangat cocok untuk dibaca saat mempunyai waktu luang agar lebih efektif untuk memahami isi cerita tersebut. Isi cerita ini juga menarik sebab banyak mengangkat unsur pengetahuan di dunia jurnalistik.

Wednesday, July 17, 2013

Terbawa Luka

Dalam sedetik pun aku tetap mengingatmu
Bukan karena kau tak mau pergi dari ingatanku
Tapi, karena kau terlalu sering meninggalkan luka di tubuhku
Sudah lama itu terjadi
Setahun, dua tahun, bahkan bertahun-tahun, kita tak kunjung seperti dulu
Tak lagi ku temukan kau
Sirna perlahan
Namun, kau tak mau membawa luka yang kau buat

Ketika kita bertemu
Aku menundukkan wajahku darimu
Memalingkan penglihatanku dari matamu
Dan diam menunggu kau bicara
Apa kau ingat semua itu?
Waktu terbuang begitu cepat
Hingga senja datang dan akhirnya kita berpisah
Menuju tempat masing-masing, aku rindu

Aku sudah lupa
Lupa bila kita tak bersama lagi
Kini, terlalu naif
Aku mengingatmu tanpa kau mengingatku
Walau di satu naungan
Di jarak yang dekat
Di putaran  waktu yang sama
Tak jua kita bertemu kembali

Sisipan kalimat manis yang aku dapatkan darimu dulu
Tak lagi kuinginkan
Sudah ku buang
Sungguh tak kubutuhkan
Seperti tinta yang mengeras
Aku tak dapat meleburnya lagi
Sekalipun jika kau kembali
Aku menolak

Sunday, July 14, 2013

Kembali?

Kembali?
Kepada si(apa) aku harus kembali?
Jika sekarang aku hanya sendiri
Menanti hari untuk kembali
Aku tak tahu
Di ujung senja
Aku meragu
Akan tempat ku kembali
Entahlah!

Entahlah!
Mungkin tidak kepada siapapun
Atau kembali atas jalanku
Karena desiran ombak di pantai terhempas
Atau bahkan senja yang seakan menghilang
Membiaskan cahaya menjumpai malam
Jalan kembali semakin dekat
Aku masih meragu
Sampai kapan?

Malam datang terus berjalan
Detik kian berlalu
Memaksa untuk maju mencapai masa depan
Tik tok... Tik tok...
Sebentar lagi malam sirna
Bergantian dengan datangnya dini
Hari telah berbeda, kembali pada satuan waktu yang sama
Aku semakin dekat untuk kembali
Tapi, belum ku temukan kepada si(apa) aku kembali

Jogja dan Bontang

Dari jauh aku berjalan
Hanya untuk berada di tempat ini
Sebenarnya pun aku bingung
Dengan apa yang ingin aku cari

Tidak lelah
Tidak bosan
Mungkin itu berlaku untuk sekarang
Namun, Apa itu juga berlaku setelah sekian lama di sini?
Aku rasa tidak

Hanya tempat
Aku seperti orang asing kembali
Tak ada beda
Tak ku temukan keriuhan yang andai saja terjadi
Setahun saya datang

Aku kembali teringat akan kota perantauan
Kota yang dulunya tak pernah amat berarti
Sekarang, di kota itulah aku ada
Bersama kalian,
Aku rindu

Bukan
Bukan aku tidak menikmati kembalinya di kota lahirku
Tapi, alangkah indahnya jika keduanya menyatu
Jogja dan Bontang
Mungkin akan terasa lebih lengkap

Friday, July 12, 2013

Pada Sebelas Malam: Kisah Kaset di Kolong Langit

Suara gemericik tak lagi santer terdengar. Tak ada lagi cahaya di situ, semua berubah menjadi kelabu. Tak ada lagi kudapati senyuman yang dahulu kian merona. Melukiskan semua cerita di sorenya hari. Hanya kelabu. Hanya itu yang kudapati di kolong langit. Tapi, ada satu yang berbeda. Kujumpai pelangi (seperti) di ujung kolong langit itu. Aku melongoh. Apa kabar engkau yang kutitipkan pada pohon berjajar beriringan di senja pucat ini? Masihkah akan kudapati senyum singgah di bibirmu? Yang tampak berbeda dengan langit kelabu yang tak menampakan senyuman indahnya dikala senja datang. Ku harap kau masih bisa memberikan itu kepadaku. Tak banyak waktu. Senja akan segera berlalu walau ia hanya memberikan pucat kelabu. Senja tak peduli. Waktu mengutuknya. Hingga saat waktu senja habis, senja masih saja pucat.



Hujan kembali turun. Membuatku terkurung tak bisa melenggak kesana kemari. Sungguh menyebalkan. Hujan tak kalah hebat dari datangnya senja. Hujan mampu bertahan dengan mulusnya hingga malam menjelang. Membuatku berontak tak ingin menunggunya pergi. Kuterobos dibilik semua hujan yang kian berirama saja. Lagi-lagi teringat. Sedang apa kau ditengah bumi yang didera hujan turun? Apakah kau hanya mematung beku tak tahu akan pergi kemana? Hmmm, pertanyaanku hanya terbesit dalam hati. Tak kudapati jawaban.

Sadarku. Aku sedang memutar kaset masa lalu itu. Bersamanya tak berarti lagi. Cukup! Kuhentikan putaran kaset yang semakin menggelayut di jiwaku. Ternyata, aku memutar kaset itu di tengah bumi yang juga sedang bersedih tak berarah dan tak berwaktu. Ini adalah persetanan waktu. Rentetan audio di memori otakku semakin tak terdengar. Terputus tepat saat hilangnya Senja. Namun, hujan masih saja betah membuat kelabu di kolong langit, hingga menjelang malam. Aku berhasil keluar dari persetanan waktu ini.

Lekaslah kolong langit tersenyum seperti dikala kau merona
Tak lagi  kudapati kau bersorak setuju
Akan kaset masa lalu yang terputar barusan
Sudah cukup
Itu hanya sebagai selingan saat senja kelabu datang
Di persetanan waktu

Saturday, July 6, 2013

Bentang Cahaya

Titik-titik cahaya
 Menjadikan bidang yang saling sambung 
Warna cahaya yang banyak beda 
Sebagai pembatasnya 
Nampak indah
Jika saja asaku seperti ini adanya 
Aku tak ingin turut bersebelahan 
Tak ingin sama datarnya 
Sebab bentang cahaya tak akan tampak lagi
Jika esok padam 
Lekaslah untuk terang kembali 
Titik-titik cahaya muncul membentuk bidang lain lagi 
Segitiga, segienam
Bahkan lingkaran
Lihatkan ! 
Aku akan lihat lain kali, segeranya 
Bentang cahaya masih tersipu 
Enggan untuk mendekat 
Agar lebih jelas 
Lebih banyak 
Sempatkanlah

Pages - Menu